Saturday 25 February 2017

Hoaks, dari Era Soekarno hingga Kini

Oleh IWAN SANTOSA
Berita palsu atau hoaks merebak di masyarakat Indonesia dalam setahun terakhir terutama dengan nuansa kebencian dan memanipulasi sentimen agama dan rasial. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dewan Pers, hingga para ulama pun sibuk membangun kesadaran masyarakat agar tidak termakan berita bohong yang juga bermuatan ujaran kebencian.
1030544hoax780x390.jpg
Warga membubuhkan cap tangan saat sosialisasi dan deklarasi Masyarakat Indonesia Anti Hoax di Jakarta, Minggu (8/1). Deklarasi yang juga dilakukan di lima kota lain di Indonesia itu bertujuan membersihkan media sosial dari berita bohong alias hoax. (Kompas/Wisnu Widiantoro)
Sepanjang sejarah Republik Indonesia, tak hanya rakyat, Presiden RI pun menjadi bulan-bulanan berbagai hoaks. Sejarawan alumnus Universitas Paramadina, Hendri F Isnaeni, dalam perbincangan awal Februari lalu, mengatakan, Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi korban berbagai hoaks. Sementara Presiden Joko Widodo menjadi sasaran pembuatan berita hoaks dan kebencian.
“Presiden Soekarno dibohongi Ratu Markonah dan Raja Idrus yang mengaku anak raja dan ratu dari suku Anak Dalam. Mereka mengaku mau menyumbang harta benda untuk kepentingan merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Raja Idrus dan Ratu Markonah mendapat liputan media massa besar-besaran. Mereka juga sempat diterima Presiden Soekarno di Istana. Ternyata belakangan diketahui Idrus adalah tukang becak dan Markonah adalah perempuan malam asal Tegal, Jawa Tengah,” kata Hendri.
Beberapa tahun kemudian, Kompas edisi 9 Agustus 1968 di halaman 2 memberitakan, “Raja” Idrus ditangkap warga di Kotabumi, Lampung, karena mengaku sebagai anggota Intel Kodam V Jaya dan jadi anak buah Mayor Simbolon. Dia memeras sejumlah pengusaha di Lampung sebelum akhirnya dibekuk aparat.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 21 Agustus 1968, Kompas memberitakan, “Ratu” Markonah sedang mengalami hukuman penjara tiga bulan karena terlibat prostitusi di Kota Pekalongan, Jateng. Markonah diberitakan beroperasi di Semarang, Pekalongan, dan Tegal selepas keluar dari bui di Jakarta akibat aksi penipuan.
Janin mengaji
Di era Soeharto, terjadi dua peristiwa penipuan dan hoaks fenomenal, yakni kasis janin mengaji di dalam kandungan dan emas “Busang” di Kalimantan Timur.
Pada akhir 1970-an, Indonesia dihebohkan dengan bayi ajaib di dalam kandungan yang bisa diajak berbicara dan bahkan mengaji di perut Cut Zahara Fona (26), wanita asal Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh. Wakil Presiden Adam Malik dan Presiden Soeharto sempat tertarik dengan fenomena itu. Bahkan, Menteri Agama saat itu juga memberikan komentar di media massa. Akhirnya, Tim Medis RSPAD, Ikatan Dokter Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Polri turun tangan. “Presiden dan wapres juga termakan oleh hoaks bayi ajaib,” kata Hendri.
Saat hendak diperiksa Tim IDI di RSPAD Gatot Subroto tanggal 13 Oktober 1970, Cut Zahara Fona mengatakan bayinya menolak. Namun, ia diperiksa di RSPAD sepekan kemudian. Tim dokter RSCM juga memeriksa Cut Zahara dan menyatakan tak ada janin di rahim perempuan itu (Kompas, 26/10/1970). Pernyataan serupa disampaikan IDI (Kompas, 30/10/1970).
Kasus itu tak hanya diliput media dalam negeri. Media asing seperti BBC pun ramai memberitakannya. Aktivitas bayi ajaib terhenti setelah tape recorder yang dipasang di dalam pakaian Cut Zahara ditemukan polisi Komdak XIII Kalimantan Selatan yang memburunya di Kampung Gambut, 14 kilometer dari Kota Banjarmasin (Kompas, 18 November 1970). Polisi menyita tape recorder EL 3302/OOG berikut kaset rekaman suara tangisan bayi dan bacaan ayat-ayat suci Al Quran.
Penipuan dan hoaks kembali terjadi tahun 1990-an yang berimbas pada lingkaran Istana Kepresidenan. Kali ini skandal tambang emas terbesar di dunia di Busang yang konsesinya dimiliki perusahaan kecil dari Kanada, Bre X. “Bre-X, Sebungkah Emas Di Kaki Pelangi” karya Bondan Winarno mencatat skandal Busang menyeret nama-nama besar lingkaran Presiden Soeharto, seperti IB Sudjana, Kuntoro Mangunsubroto, hingga Mohammad “Bob” Hasan.
Kehebohan penemuan emas di Busang membuat harga saham Bre X di Kanada meroket dari 1,90 $ Can per lembar saham di akhir 1994 menjadi 24,8 $ Can per lembar saham pada Juli 1996. Pada Maret 1997, Michael de Guzman, eksekutif utama tambang Busang yang berasal dari Filipina, “jatuh” dari helikopter saat terbang dari Samarinda ke Busang. Ternyata pertambangan emas di Busang hanya tipu daya belaka, miliaran dollar kerugian investor pun menimpa pemodal di bursa saham Kanada dan Amerika Serikat.
Zaman reformasi
Pada era reformasi, berita bohong dan tipu-tipu kembali mengemuka. Pada zaman Presiden KH Abdurrahman Wahid, ada Soewondo yang berhasil membobol uang Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai Rp 35 miliar. Soewondo leluasa beraksi karena sebagai tukang urut (terapis) Presiden, ia memiliki akses dan kekuasaan, serta menjual-jual nama para petinggi negara.
Selanjutnya, di era Presiden Megawati Soekarnoputri terjadi penggalian “Harta Karun” Batutulis oleh Menteri Agama Said Agil Al-Munawar yang mendapat informasi soal harta karun Batutulis. Harta itu diyakini bisa digunakan membayar utang negara. Kompas edisi 19 Agustus 2002 memberitakan, Menteri Agama bersikeras melanjutkan penggalian situs Batutulis meski mendapat tentangan dari aktivis budaya dan kalangan arkeolog. Hingga kini, harta karun Batutulis tak terbukti kebenarannya.
Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terdapat skandal banyu geni atau penggunaan air sebagai bahan bakar. Lagi-lagi isu menghebohkan itu tidak terbukti. Bahkan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta memperkarakan Joko Suprapto yang mengajak riset banyu geni atau “Blue Energy”.
Semasa pemilihan presiden 2014, ada fenomena menarik. Salah satu calon presiden Joko Widodo menjadi korban hoaks yang menyebut Jokowi berayahkan Tionghoa Singapura, terkait PKI, dan lain-lain. Rangkaian hoaks itu berlanjut hingga kini.
Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan, serangkaian hoaks di Indonesia hendaknya menjadi pelajaran agar tidak mudah percaya pada desas-desus. Khusus rangkaian hoaks bernuansa SARA, diyakini terkait sejumlah dinamika politik yang berkembang belakangan ini.
Kompas, Minggu, 26 Februari 2017

Literasi Rendah Ladang ”Hoax”

Warga Membaca Berita Tak Sampai 1 Menit
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya kesadaran literasi menjadi salah satu faktor pendorong masifnya peredaran kabar bohong atau hoax. Dengan budaya baca yang rendah, masyarakat menelan informasi secara instan tanpa berupaya mencerna secara utuh.
Inisiator komunitas Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho, Senin (6/2), di Jakarta, menilai, masyarakat yang kesadaran literasinya rendah menjadi ladang subur peredaran hoax. ”Bangsa kita bukan bangsa pembaca, tetapi bangsa ngerumpi. Informasi yang diterima langsung diyakini sebagai sebuah kebenaran, lalu berupaya membagi informasi tersebut kepada orang lain,” ucap Septiaji.
Hal itu relevan dengan catatan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa). Indeks membaca bangsa Indonesia menurut UNESCO (2012) hanya 0,001. Artinya, di antara 1.000 orang, hanya satu orang yang membaca secara serius. Demikian pula catatan survei Most Literated Nation in The World (2015) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-60 dari 61 negara.
Septiaji mengatakan, di tengah rendahnya minat dan budaya baca, Indonesia kini menghadapi tantangan baru untuk mendorong warganya melek digital.
Namun, dosen filsafat Universitas Indonesia, Tommy F Awuy, meluruskan bahwa penyebaran berita bohong kadang tidak melulu relevan dengan tingkat literasi. Sejumlah grup media sosial tertentu juga dihuni oleh orang dengan tingkat literasi yang memadai.
Tommy menyebut dunia media sosial bukanlah dunia yang bersemangat menunjuk pada kebenaran atau kesalahan, melainkan berpengaruh atau tidak. Karena itulah, dalam media sosial muncul buzzer atau agen yang memiliki pengaruh dan banyak pengikut. Mereka sering disewa pihak-pihak tertentu untuk menguasai dan memenangi sebuah kompetisi. ”Buzzer bekerja dengan keterampilan atau kemampuan khusus. Mereka dapat mengonstruksi sebuah realitas untuk menebar pengaruh,” ujar Tommy.
Awalnya, buzzer merupakan bagian dalam strategi pemasaran sebuah produk. Mereka biasanya orang-orang terkenal, mulai dari artis, olahragawan, ilmuwan, penulis, hingga tokoh masyarakat.
Namun, belakangan berkembang pula buzzer dalam dunia politik. Dengan keahliannya, mereka mengonstruksi realitas, seorang buzzer bisa meraup keuntungan dari pemasangan iklan ataupun bayaran dari pihak tertentu.
Penetrasi digital di tengah masyarakat berlangsung sangat cepat. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Polling Indonesia 2016 mencatat 132,7 juta orang atau lebih dari separuh penduduk Indonesia (51,8 persen) telah menggunakan internet.
Dilihat dari pelakunya, pengguna internet Indonesia 69,9 persen di antaranya mengakses internet melalui apa saja, termasuk gawai.
Septiaji menilai kemunculan media baru digital inilah yang memunculkan gegar budaya di masyarakat. Orang dengan mudah saling mencaci tanpa canggung atau merasa bersalah.
Laman daring Turnbackhoax.id yang digerakkan oleh aktivis teknologi informasi di Indonesia selama 1 Januari 2017 hingga 2 Februari 2017 menerima 1.656 aduan informasi bohong, fitnah, ataupun hasutan. Laman daring itu selama sebulan terakhir dikunjungi sebanyak 47.132 kali oleh 13.915 pengguna internet. Jumlah ini naik dibandingkan periode Desember 2016 yang berjumlah 28.219 kali oleh 10.898 pengguna internet.
Membaca sepintas
Pakar media sosial Nukman Luthfie mengatakan, fenomena ini melanda tak hanya Indonesia. ”Kondisi seperti ini bahkan juga terjadi di negara-negara dengan tingkat pendidikan tinggi,” ujar Nukman. Contohnya, berita bohong pun merebak di Amerika Serikat menjelang Pemilihan Presiden November 2006.
Menurut Nukman, sekitar 59 persen konten di media sosial tidak pernah diklik atau dibuka. Era klik paid atau bisnis berdasarkan jumlah klik sudah lewat. Cara itu tergantikan dengan era share atau penyebaran melalui aneka macam media sosial atau grup-grup tertutup.
”Sebagian besar tulisan online hanya dibaca sepintas lalu, bahkan kadang tidak dibuka atau diklik sama sekali. Judul berita cenderung dianggap kesimpulan agar orang yang baca bisa segera tahu isinya. Kalaupun dibaca, tidak sampai semenit,” paparnya.
Kecenderungan seperti ini pula yang akhirnya diikuti sebagian media arus utama. Karena tuntutan bisnis, mereka kerap sengaja membuat judul berita yang bombastis, sensasional. Informasi sekilas dikemas provokatif.
Yusuf Nurrachman, CEO Rumahweb, salah satu registrar domain internet mengakui, pihaknya kerap kena getah dari situs-situs bermasalah ini, karena pihaknya dianggap terlibat dalam aktivitas situs yang kerap berurusan dengan kepolisian.
Direktur Politica Wave Yose Rizal mengungkapkan, penindakan secara hukum bisa menjadi solusi jangka pendek untuk memberikan efek jera. Sementara itu, solusi jangka panjang adalah membangun literasi digital yang sebaiknya melibatkan sektor pendidikan seperti diajarkan ke sekolah sejak dini.
3ea06f7e-2581-453b-944f-26a848052b2b-page-001.jpg
(ABK/DNE/ELD/ELN/SON)
Kompas, Selasa, 7 Februari 2017

Abu Nawas

Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami (756-814) dikenal dengan nama Abu-Awas atau Abu-Nuwas. Salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik pada awal periode Abbasid atau Abbasiyah (750-1258) ini dilahirkan di Ahvaz, Persia, dan meninggal di Baghdad. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab dan Persia. Ia digambarkan sebagai sosok yang bijaksana dan kocak, Abu Nawas, yang belajar di Basrah, lalu di Kufah di bawah bimbingan penyair Walibah ibn al-Hubah, kemudian dibimbing Khalaf al-Ahmar. Namanya disebut-sebut dalam kisah Seribu Satu Malam. Banyak yang mengatakan, karyanya mencerminkan gambaran masyarakat: lucu, sinikal, bahkan ironi kehidupan.
Dikutip dari: Trias Kuncahyono, “Abu Nawas”, Kompas, Minggu, 26 Februari 2017, halaman 4

Zat Maut VX

Oleh BENNY DWI KOESTANTO
Kode nama VX atau venomous agent X adalah senyawa organofosfat yang termasuk dalam salah satu zat kimia paling mematikan. Kode nama VX diberikan oleh para ilmuwan Amerika Serikat. Negara itu memproduksi VX secara massal dan menyimpan stok besar selama perang dingin.
VX-S-enantiomer-2D-skeletal.png
Zat itu tergolong zat pemusnah massal yang dilarang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Zat beracun berwarna kuning gelap dan tak berbau itu kekuatannya diperkirakan 10 kali lebih kuat daripada racun sarin. Pernampakannya mirip dengan oli kendaraan bermotor. Zat itu juga relatif mudah dan stabil saat dibawa atau diangkut. Cukup susah untuk mendeteksi zat itu sehingga ini memudahkan penggunanya untuk membunuh.
“Zat VX bisa membunuh orang dewasa dengan berat badan 70 kilogram hanya dengan mengoleskannya sebagai 5 miligram ke kulit,” kata mantan Pemimpin Sekolah Kimia Pasukan Pertahanan Darat Jepang, Yosuke Yamasato.
“Sangat luar biasa para eksekutor kejahatan itu menggunakan zat tersebut dengan tangan kosong. Mereka pasti tidak tahu bahwa yang mereka gunakan adalah VX,” kata Yosuke tentang dugaan penggunaan zat maut itu pada pembunuhan Kim Jong Nam.
Zat VX mengerang sistem saraf dengan cepat. Dosis yang tinggi dapat membunuh seseorang yang hanya beberapa menit saat dihirup. Ini terjadi karena pembuluh darah di paru-paru secara cepat menyebarkan senyawa itu melalui aliran darah dan organ-organ vital manusia.
Zaat VX mengakibatkan kelenjar-kelenjar dan otot-otot terstimulasi secara berlebihan dan memicu kondisi lemah secara cepat sekaligus membuat seseorang yang terkena zat itu tidak mampu bernapas secara normal atau tersengal-sengal.
Gejala-gejala itu bergantung pada dosis sekaligus apakah zat tersebut terhirup atau terkena kulit. Respons pada tubuh atas zat itu lebih cepat terjadi jika terhirup. Orang yang terpapar zat tersebut dalam dosis rendah dimungkinkan selamat.
Sebaliknya, seseorang yang terkontaminasi secara serius akan bereaksi secara cepat dan kerap kali mengerikan. Pernapasan seseorang yang terkena zat itu bisa terhenti disertai muntah-muntah dalam beberapa menit setelah terpapar. Jika dosis paparannya tinggi, bisa gagal jantung dan sistem respiratorinya berhenti total.
vx.jpg
Senyawa tersebut awalnya diciptakan di sebuah laboratorium di Inggris awal 1950-an. Namun, para ilmuwan AS kemudian memperbanyaknya pada masa Perang Dingin. Puluhan ribu ton zat VX pernah ditemukan di Newport Chemical Depot di Indiana. Seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, stok zat itu kemudian dihancurkan pada akhir 1980. Zat tersebut diduga juta digunakan Irak terhadap suku Kurdi. (AFP)
Kompas, Sabtu, 25 Februari 2017
Penggunaan VX

  1. VX pertama kali disintesis pada 1952 oleh Dr Ranajit Ghosh, ahli kimia yang bekerja untuk Imperial Chemical Industries di Inggris. Mulai dipasarkan pada 1954 sebagai insektisida dengan merek “Amiton”. Namun, kemudian ditarik karena toksisitasnya pada manusia. Penelitian di Inggris dihentikan pada 1956.
  2. AS mulai memproduksi VX dalam skala besar-besaran pada 1961. Produksi di Amerika Serikat mulai dilarang pada 1969 dan di seluruh dunia pada 1993.
  3. Tahun 1994 dan 1995, kultus Jepang Aum Shinrikyo menggunakan VX buatan sendiri untuk meracuni tiga orang, salah satu di antaranya meninggal.
  4. Tahun 1960, pengujian VX telah menyebabkan kematian ribuan domba di Utah.
  5. Tahun 1988, Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein diduga telah menggunakan VX untuk menyerang suku Kurdi di Halabja dalam perang Iran-Irak.
  6. Pada 13 Februari 2017, Kim Jong Nam, kakak tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, terbunuh di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Kepolisian Malaysia menyatakan, zat beracun VX digunakan untuk membunuh Kim Jong Nam.

Friday 17 February 2017

Lahan Kritis Terus Bertambah

JAKARTA, KOMPAS ━ Terus bertambahnya lahan kritis, terutama di daerah aliran sungai, menjadi penyebab utama banjir yang makin kerap terjadi, terutama di Pulau Jawa yang kondisi ekologinya telah mencapai fase kritis. Apalagi, tren pembangunan saat ini mengabaikan daya dukung lingkungan, bahkan cenderung menambah lahan kritis.
lahan kritis.jpg
Salah satu indikasi bahwa rentetan banjir akhir-akhir ini akibat daerah aliran sungai (DAS) kritis adalah curah hujan saat ini relatif normal. Berdasarkan data Badan Meteorologi , Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan saat ini berada di bawah nilai klimatologis atau nilai rata-rata dalam 30 tahun terakhir.
“Cuaca hanya pemicu, faktor utama bencana ini saya percaya tetap kerusakan lahan dan daerah aliran sungai,” kata Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan, Jumat (17/2), di Jakarta.
Hingga kemarin, banjir melanda sejumlah daerah dan cenderung semakin luas, genangan juga semakin tinggi dan lama. Di Jawa Tengah, sekitar 5.000 warga mengungsi akibat banjir yang melanda enam desa di Kabupaten Brebes sejak Kamis (16/2) sore. Kemarin, ketinggian banjir akibat jebolnya tanggul Sungai Pemali di enam titik ini masih mencapai 1 meter di sejumlah lokasi. Selain permukiman warga, ratusan hektar sawah juga terendam hingga 40 sentimeter.
Kepala Badan Penanggulanan Bencana Daerah Brebes Eko Andalas mengatakan, banjir ini besar dan tak terduga. Penanggulangan sementara membuat tanggul darurat dari tumpukan karung berisi tanah dan pasir. “Untuk jangka panjang melibatkan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana dan dinas pengelolaan sumber daya air,” katanya.
Di Jawa Timur, luapan Kali Lamong menggenangi 11 desa di tiga kecamatan di Kabupaten Gresik. Ketinggian genangan di jalan-jalan desa berkisar 40-70 cm. Banjir ini diduga dipicu perubahan tata guna lahan. Banyak lahan sawah dan tambak diuruk dan dijadikan perumahan.
kali lamong.jpg
Perubahan tata guna lahan diduga menjadi pemicu utama banjir besar di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu. Lilik mengatakan, terdapat pembukaan hutan yang masif setelah reformasi 1998 dan digantikan tanaman sayur di kawasan hulu. Pada saat bersamaan, laju penyempitan badan sungai dari 1 meter pada Februari 2013 menjadi 7 meter November 2013. Banjir bandang di Garut pada September 2016 juga disebabkan kerusakan daerah tangkapan air dan penyempitan aliran Sungai Cimanuk.
“Laju penambahan lahan kritis semakin tinggi dan terjadi di semua wilayah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Di Aceh, misalnya, pada 2006 lahan sangat kritis hanya 67.000 hektar, tetapi pada 2012 mencapai 121.000 hektar. Pada 2006, di Jawa Tengah lahan kritis 9.000 hektar dan pada 2012 menjadi 10.000 hektar,” kata Lilik.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hilman Nugroho mengatakan, luas lahan kritis di Indonesia saat ini 24,3 juta hektar dari total luas daratan di Indonesia 190 juta hektar.
Kepentingan ekonomi
Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodiharjo mengatakan, tren berkurangnya tutupan hutan seiring meluasnya lahan kritis. Ini konsekuensi kebijakan pembangunan yang hanya mementingkan aspek ekonomi dan mengabaikan daya dukung lingkungan. Padahal, pengabaikan ekologi ini terbukti sangat merugikan.
Kerugian itu, kata Hariadi, bukan hanya disebabkan banjir rutin yang semakin luas, melainkan juga nilai ekonomi yang hilang akibat pembalakan liar, kebakaran, tambang, kebun di kawasan hutan, dan kerusakan lahan. “Berdasarkan kajian Bappenas terbaru, kerugian akibat kerusakan hutan dan hilangnya keragaman hayati secara nasional pada tahun 2013 mencapai Rp 642 triliun,” kata Hariadi.
Meskipun kerugian bencana sangat tinggi, katanya, faktor risiko tak pernah dimasukkan dalam skema investasi pembangunan. Akhir Oktober 2015, Hariadi dan sejumlah akademisi membuat petisi kepada Presiden Joko Widodo agar memperhatikan krisis ekologi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa yang sudah mencapai fase kritis.
Bencana hidrometeorologi yang kian intensif ini, menurut Hariadi, merupakan salah satu indikasi kehancuran ekologi. Data Indeks Risiko Bencana yang disusun BNPB beberapa tahun terakhir selalu menempatkan Jawa sebagai pulau paling rentan bencana jenis ini.
Dari 118 kabupaten/kota di Jawa, sebanyak 94 daerah memiliki risiko banjir sangat tinggi. Adapun 110 dari 118 kabupaten/kota berisiko mengalami kekeringan. Jika tidak ada perubahan paradigma pembangunan, kata Hariadi, kerugian akibat bencana akan semakin tinggi.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, banjir di beberapa daerah akhir-akhir ini dipicu lahan kritis yang semakin luas. Banjir di Jakarta, misalnya, selain faktor cuaca dan tersumbatnya drainase, juga dipicu kondisi DAS Ciliwung yang tutupan lahannya kurang dari 15 persen. Seharusnya, tutupan DAS Ciliwung minimal 30 persen.
Salah satu upaya KLHK, katanya, adalah penghijauan di DAS Ciliwung dan Citarum pada 2016. Di DAS Cimanuk dan Citarum juga akan dilakukan penghijauan besar-besaran. “Di DAS lain di Indonesia juga dilakukan, tetapi terbatas anggaran,” katanya. (AIK/ACI/NIK/KRN/DIT/RWN/ODY/SON)
Kompas, Sabtu, 18 Februari 2017

Zealandia, Benua yang Tersembunyi

Hipotesis ahli meteorologi dan geofisika asal Jerman, Alfred L Wegener, mungkin benar. Pada 1912, ia memiliki hipotesis bahwa di Bumi pernah ada satu benua raksasa yang dikelilingi lautan. Sekitar 200 juta tahun lalu, benua itu terpecah menjadi benua-benua kecil seperti sekarang.
mount cook.jpg
Gunung Cook, puncak tertinggi di Selandia Baru dan Zealandia
Hipotesis ini diperkuat dengan temuan dari penelitian yang dipublikasikan di jurnal Geological Society of America’s Journal, GSA Today, Jumat (17/2). Tim peneliti menemukan ada daratan seluas 4,9 juta kilometer persegi atau dua pertiga dari luas wilayah Australia. Sekitar 94 persen dari total luas itu terendam di bawah permukaan air Samudra Pasifik. Daratan itu diberi nama Zealandia. Puncak dari daratan itu sudah kita kenal baik karena terkenal dengan pegunungan tinggi dan indah di film Lord of the Rings. Selama ini kita mengenalnya dengan nama Selandia Baru.
Para peneliti yang berasal dari lembaga penelitian pemerintah Selandia, GNS Service, Victoria University of Wellington di Selandia Baru, The Service Geologique di Kaledonia Baru, dan The University of Sydney’s School of Geosciences itu menilai Zealandia memenuhi kriteria sebagai benua. Statusnya sama dengan tujuh benua lainnya, Asia, Eropa, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, dan Antartika.
Harian The Guardian menyebutkan, ahli geofisikawan Bruce Luyendyk dari Amerika Serikat adalah orang yang pertama kali menggunakan nama Zealandia untuk kawasan barat daya Pasifik itu pada 1995. Saat ini, peneliti memperjuangkan pengakuan Zealandia sebagai benua.
Zealandia dulu menjadi satu bagian dari benau besar Gondwana yang terpecah sekitar 100 juta tahun lalu. Gondwana adalah daratan luas yang dulu mencakup Australia dan tenggelam sekitar 60 atau 85 juta tahun lalu. “Benua yang masih terendam dan belum terpecah seperti ini sangat bermanfaat bagi kita untuk memahami penyatuan dan terpecahnya kerak benua,” tulis para peneliti.
Nick Mortimer, ahli geologi Selandia Baru yang juga ketua tim penulis laporan, menjelaskan, para peneliti sudah mengumpulkan data terkait dengan Zealandia selama lebih dari 20 tahun. Upaya mengungkap keberadaan Zealandia sulit dan membuat peneliti frustrasi karena daratan itu berada di bawah air. “Kalau saja kita bisa menguras lautan, akan kelihatan jelas ada rantai jajaran gunung dan benua yang besar,” ujarnya.
Dari total luasan Zealandia, hanya tiga daratan yang muncul ke atas permukaan air, yakni Pulau Utara dan Selatan Selandia Baru serta Kaledonia Baru. selebihnya, terendam di bawah air.
Situs BBC News menyebutkan, para peneliti menetapkan sejumlah kriteria untuk menentukan apakah daratan itu sebuah benua atau bukan. Ada empat kriteria, yakni profil ketinggian dibandingkan dengan  lingkungan sekitarnya, kondisi geologi yang khas, wilayah yang tertata dengan baik, dan kerak yang lebih tebal dibandingkan dengan dasar laut yang biasa. Ketebalan keraknya sekitar 10-30 kilometer dan makin tebal menjadi 40 kilometer sampai di bawah Pulau Selatan.
“Nilai ilmiah klasifikasi Zealandia sebagai benua jauh lebih penting daripada hanya tambahan nama di daftar,” kata para peneliti dalam laporan.
Belum ada lembaga penelitian yang secara formal mengakui keberadaan benua baru ini. Meski demikian, Mortimer berharap Zealandia akan menjadi bagian dari Bumi yang diakui dan akan muncul di peta serta diajarkan di sekolah.
Situs National Geographic menyebutkan, Zealandia masih menjadi perdebatan karena ahli geologi dan geografi kerap tak sependapat dengan teori pembentukan benua. Bagi ahli geografi, Eropa dan Asia adalah dua entitas terpisah. Adapun bagi pakar geologi, Eropa dan Asia merupakan satu daratan yang sama sehingga mereka menyebutnya Eurasia. (LUK)
GSATG321A.1-f01.gif
Peta sederhana lempeng tektonik dan benua, termasuk Zealandia (Mortimer et al, 2017)
GSATG321A.1-f02.jpg
Batas spasial Zealandia (Mortimer et al, 2017)
GSA.jpg
Kompas, Sabtu, 18 Februari 2017

Friday 3 February 2017

Dari "Kuppuru"

Oleh SAMSUDIN BERLIAN
Dari mana datangnya kafir? Jauh di hulu sejarah adalah satu kata dalam bahasa-bahasa Semit yang menggambarkan gerak tangan mengusap di atas suatu permukaan. Dari situ berkembanglah dua makna utama. Pertama, menggosok (hingga ada yang lepas), misalnya dalam rangka membuang lapisan kotoran, mencuci; dan kedua, memoles (hingga ada yang tambah), misalnya dalam rangka mengecat, melapis. Kata ini ditrasliterasikan sebagai k-p-r atau k-f-r karena aslinya bunyi p dan f dituliskan dengan huruf yang sama dan bunyi vokal tidak dituliskan sebagai huruf; semua huruf Semit adalah konsonan. Semit–dari nama Sem, putra pertama Nuh–adalah rumpun bahasa yang dipakai luas oleh bangsa-bangsa di Timur Tengah. Dalam bentuk tertulis ia lahir pada 5.000 tahun lalu di fajar peradaban yang merekah di antara Sungai Efrat dan Tigris. Salah satu kekhasan bahasa-bahasa Semit–yang mencakup, tapi tidak terbatas pada, Ibrani (Israel) dan Arab–adalah akar verba yang dirangkai dari tiga huruf.
Bahasa Semit yang pertama kali menonjol dalam sejarah adalah Akkadia. Bangsa Akkadia mencapai puncak kejayaan pada lebih dari 4.000 tahun lalu di lembah-lembah Mesopotamia. Selama 200 tahun ia menguasai wilayah yang sekarang bernama Irak, Kuwait, Syria, Lebanon, serta sebagian Turki dan Iran; yakni belahan timur Sabit Subur. Nenek moyang Abraham atau Ibrahim–yang sangat dimuliakan dalam iman Yahudi, Kristen, dan Islam–berasal dari Ur, kota pelabuhan dan perdagangan penting Kerajaan Akkadia.
Bahasa Akkadia mengenal kata kuppuru, kaparu, dan bentukan-bentukan lain yang dalam pemakaian sehari-hari berarti mengusap, menggosok atau mengelap (sampai bersih), mencuci, menghapus. Juga berarti memoles, misalnya, sebagai istilah teknis dalam pembuatan tembikar. Sebagai istilah agama, kuppuru bermakna menghapus kenajisan atau dosa sehingga menjadi tahir, murni, atau suci. Kuppuru juga adalah upacara agama. Teks Akkadia menggambarkan upacara menghapus dosa yang melibatkan kegiatan mencuci tangan, mencuci kuil dan peralatannya, membakar kemenyan, membuang barang najis ke padang gurun, dan menyembelih kambing jantan sebagai korban, darahnya diusapkan ke kuil untuk menyucikannya. Jadi ada kegiatan menggosok sehingga kotoran terhapus atau mengoles sehingga yang bersih menutupi yang kotor; yang lama terlihat baru. Konsep bahwa kenajisan ritual itu seperti kotoran yang bisa dan harus dicuci bersih, bahwa kehidupan manusia perlu ditebus dari dosa yang menajiskan dan mematikannya–seperti utang darah yang harus dibayar dengan darah korban sembelihan–tetap dipegang banyak orang dan masyarakat yang menjadi ahli waris iman-iman Semitik sampai sekarang, dalam berbagai versi dan varian ajaran.
Salah satu bentu upacara kuppuru yang mungkin tidak asing bagi kita adalah membebankan atau memindahkan secara ritual segala dosa manusia pada seekor kambing yang kemudian disembelih dan mayatnya dibuang ke sungai. Dalam adaptasi tradisi Ibrani, selain ada yang disembelih, ada pula seekor kambing jantan yang dibuang dengan cara dilepaskan (sebagai hukuman, karena sudah menjadi najis oleh dosa manusia) ke padang gurun yang mematikan. Itulah cikal bakal konsep kambing hitam.
scapegoat.jpg
Kambing hitam adalah seekor kambing yang dilepaskan ke padang gurun sebagai bagian dari upacara Yom Kippur, Hari Pendamaian, dalam Yudaisme. Ritus ini dilukiskan dalam Kitab Imamat 16. (Wikipedia)
K-p-r atau k-f-r berkembang dalam banyak makna. Dari pengertian memoleskan suatu lapisan ke permukaan, ia kemudian menyandang makna menutup atau menutupi. Karena secara keagamaan yang bisa ditutupi dan dilucuti bukan hanya kenajisan atau dosa, tapi juga kebenaran, timbullah dua makna utama yang saling bertolak belakang. Kalau yang ditutupi adalah kebenaran atau keimanan, maknanya negatif. Kalau yang ditutupi adalah keburukan, maknanya positif. Kadang-kadang satu kata yang sama bisa memiliki berbagai arti yang berbeda, bahkan berlawanan.
Dalam bahasa Ibrani, beragam arti k-p-r termasuk membersihkan, mengalihkan, mewakili, mengganti-rugi, menebus, menutupi, menyangkali. Secara ritual, k-p-r mengacu pada tindakan melepaskan dosa dan akibat dosa dari manusia. Kata kipper secara positif berarti menutupi, menyembunyikan, yakni perihal dosa atau kenajisan dari pandangan Allah. Karena Tuhan mahamelihat, itu berarti dosa bukan hanya tersembunyi, tapi memang sudah lenyap. Tuhan berhenti marah. Maka, timbul pula arti mendamaikan (antara Allah dan manusia), yang menjadi makna ritual yang utama. Kefira sebaliknya berarti ajaran yang tidak sesuai dengan dogma umum agama Yahudi. Kofer berarti ganti rugi atau tebusan, dalam rangka membayar utang dosa kepada Tuhan. Tapi, kofer juga berarti orang yang menutupi kebenaran, jadi dipakai sebagai label untuk orang Yahudi yang tidak percaya kepada Taurat atau yang menolak iman Yahudi.
Orang Yahudi, bahkan yang tidak beragama Yahudi, merayakan hari raya paling utama mereka, Yom Kippur, Hari Pendamaian dan Pertobatan–ketika manusia mengadakan ritual untuk berdamai dengan Allah–pada bulan ketujuh kalender Yahudi, sama dengan saat upacara Kuppuru pada kalender Akkadia, dengan mempersembahkan korban dan sebagai hari penyucian. Yom Kippur selalu jatuh pada hari sabat, dari Jumat saat matahari terbenam sampai Sabtu saat yang sama. Dunia mengenal istilah Yom Kippur sebagai perang, yang dimulai pada hari raya itu, antara koalisi Arab lawan Israel 6-25 Oktober 1973. Karena terjadi pada bulan puasa, disebut juga Perang Ramadan. Adalah ironi bahwa orang Yahudi biasa berpuasa total selama 25 jam pada Yom Kippur sambil berpakaian serba putih. Ramadan adalah bulannya bulan, Yom Kippur adalah sabatnya sabat. Itulah perang di antara orang-orang yang sama-sama sedang berpuasa dan berdoa.
Dalam bahasa Arab, kafara berarti menutupi. Dalam dunia pertanian kata itu lalu berarti menanam, yakni menutupkan tanah di atas biji atau benih. Alkuffar bisa juga diterjemahkan petani. Kafr juga berarti desa, tempat tinggal petani, sama dengan kfar dalam Ibrani. Dalam hukum, kaffarat berarti ganti rugi, analogis dengan penebusan ritual. Karena apa-apa yang ditutupi menjadi tak terlihat, timbullah arti menyembunyikan. Dari pengertian menyembunyikan kebenaran seperti kegelapan malam menutupi cahaya ilahi, berkembanglah makna menyangkal, menolak, tidak percaya, menutup hati, tidak bersyukur. Inilah yang kini menjadi makna utama kata kafir di seluruh dunia–orang yang tidak percaya kepada atau menolak Allah.
Dalam bahasa Indonesia, sejak dulu kita kenal kata makian keparat, yang juga berarti kafir, tapi biasanya dipakai tanpa acuan religius. Pada saat ini kafir telah menjadi kata kontroversial yang dipakai atau ditolak-pakai dengan berbagai alasan keagamaan, sosial, dan politik. Ada yang menembakkan kafir ke segala arah kepada siapa pun yang tidak bersetuju dengannya. Ada yang rajin melakukan takfir. Ada yang tidak mau melabelkan kafir kepada siapa pun dan apa pun. Karena takfir sangatlah sensitif dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial, otoritas negara kadang-kadang diminta atau terpaksa turun tangan. Undang-Undang Dasar Tunisia, misalnya, melarang fatwa takfir.
Agama Kristen lahir dari rahim Yahudi dan pada awalnya secara lisan memakai bahasa Aram yang juga termasuk rumpun Semit. Tapi, secara tertulis bahasa utama kitab dan surat Perjanjian Baru adalah Yunani, yang tidak termasuk Semit, karena itu secara linguistik etimologis kata hilasmos dan eksilasetai (keduanya berarti pendamaian) tidak memberikan sumbangan baru kepada konsep kipper yang diterjemahkannya. Lembaga Alkitab Indonesia menggunakan kafir beberapa kali dalam terjemahannya.
Kompas, Sabtu, 4 dan 11 Februari 2017