Sunday 3 August 2014

Karna, Tragedi Seorang Satria

Salah satu sosok paling mengenaskan dalam epik besar Mahabaratha adalah Karna. Dia adalah anak Kunti yang tidak pernah merasakan kasih sayang ibu kandungnya sejak di kandungan. Karna lahir dari hasil keisengan ibunya. Kunti mendapatkan berkah dari Dursava untuk bisa memanggil dewa dan memiliki anak dengan dewa tersebut. Sewaktu belum menikah, Kunti mencobanya. Dia memanggil Dewa Surya dan lahirlah Karna. Karena Kunti belum menikah, sebagai anak penguasa tentu akan memberikan aib seandainya dia diketahui sudah memiliki anak tanpa suami. Karena itu Kunti memutuskan membuang anak sulungnya tersebut di sungai. Kusir istana, Adhirata menemukan dan  mengangkatnya sebagai anak.
Ilustrasi yang menggambarkan Karna di ambang kematian di tangan adiknya sendiri, Arjuna
Karna tumbuh sebagai anak yang sangat berbakat dalam seni tempur. Kemampuannya dikatakan setara (atau bahkan lebih baik) dengan Arjuna. Hanya saja statusnya bukan dari kaum ksatria, membuatnya ditolak dan dilecehkan. Saat menemui Durna untuk meminta diajarkan Brahmastra, guru besar Hastina itu menolaknya dengan mengatakan bahwa ilmu itu hanya untuk kasta brahmana dan ksatria bangsawan, bukan untuk kelas anak kusir.
Karna selanjutnya berguru kepada Parashurama, seorang pertapa besar dari Ashram yang tidak menyukai kaum ksatria. Untuk bisa diangkat menjadi murid, Karna mengaku sebagai seorang dari kastra brahmana. Karna pun diangkat menjadi murid oleh Parashurama yang sangat senang melihat bakat dan keterampilannya.
Namun, suatu hari Parashurama tertidur dengan menempatkan kepala di pangkuan Karna. Seekor serangga menggigit Karna hingga berdarah. Karna menahan rasa sakit karena takut menggangu istirahat gurunya. Saat sang pertapa terbangun dan melihat kondisi Karna, dia pun sadar bahwa muridnya ini pasti bukanlah seorang brahmana. Karna pun mengakui asal-usulnya sehingga membuat Parashurama yang merasa tertipu menjadi marah besar. Parashurama mengutuk Karna akan melupakan ilmunya pada suatu saat sangat diperlukan.
Setelah pengusiran itu, dalam perjalanan Karna melihat ada binatang yang berlari liar ke arahnya. Tanpa pikir panjang, Karna menarik busurnya dan membunuh binatang itu. Seorang brahmana muncul dan marah karena binatang yang adalah sapi miliknya terbunuh. Sebelum Karna sempat memberikan penjelasan, kembali sebuah kutukan diterimanya. Brahmana itu mengutuk Karna akan mati dalam kondisi tidak dapat membela dirinya.
Kembali ke rumah orang tuanya di Hastina, Karna mendengar adanya turnamen keahlian para ksatria. Saat itu sudah jelas tidak seorang pun mampu mengimbangi kemampuan Arjuna. Karna pun maju dan melakukan apa yang telah dilakukan oleh Arjuna selama dalam turnamen itu. Jelang duel antara keduanya, Karna diminta membuka identitasnya. Dalam kondisi yang memojokkan ini, Duryudana muncul sebagai penolong dengan memberinya gelar Pangeran Anga. Meskipun demikian, Pandawa menolak untuk bertanding karena status asli Karna yang hanyalah ksatria kelas rendahan.
Sejak lahir, Karna dikaruniai perangkat perang dewata berupa baju zirah Kavacha dan anting Kundala. Kedua benda sakti tersebut menyebabkan Karna tidak terkalahkan. Demi melindungi anaknya, Arjuna, Dewa Indra yang menyamar sebagai brahmana meminta keduanya. Karna adalah seorang dermawan. Dia pernah bersumpah tidak ada seorang pun yang datang kepadanya pulang dengan tangan hampa. Meskipun dia mengetahui siapa brahmana itu, tetapi dia tetap memberikan pusaka saktinya. Sebagai imbalan karena tersentuh pada kebaikan hati Karna, Dewa Indra memberikan senjata Vasava Shakti, kepada Karna. Senjata ini hanya bisa sekali digunakan.
Sebelum perang di Kurukshetra, Krishna sempat menemui Karna dan mengungkap jati dirinya sebagai putra tertua Kunti. Krishna membujuknya untuk berpihak pada Pandava dan bahkan menjamin Yudisthira akan menyerahkan mahkota Indraprastha kepadanya. Meskipun terguncang mendengar kenyataan itu, Karna memiliki loyalitas yang tinggi pada sahabat yang telah mengangkatnya, Duryodhana.
Menjelang Baratayuda, Kunti sempat menemui dan meminta Karna memihak para saudaranya, namun kembali hutang budi pada Duryodhana menghalanginya. Kunti mengharapkan tetap hidup bersama kelima anaknya. Karna berjanji hanya akan membunuh Arjuna. Dengan demikian Kunti tetap memiliki lima anak, termasuk dirinya. Jika dirinya yang gugur, Kunti tetap memiliki lima anak.
Pada hari-hari awal Baratayuda, selama Bisma menjadi panglima perang Hastina, Karna tidak turun dalam peperangan. Sebelumnya Karna telah menyampaikan kepada Duryudana bahwa dia baru ikut berperang setelah Bisma tidak menjadi panglima lagi, karena dia tahu Bisma tidak menyukai dirinya..
Bisma tumbang pada hari ke-10. Pada hari itu juga Karna menemui Bisma yang terkapar di atas kasur panah dan meminta berkatnya untuk maju ke medan perang pada hari berikutnya.
Pada perang hari ke-14, Karna sempat mengalahkan Bima. Tetapi janjinya kepada Kunti menyebabkan Karna tidak membunuh Bima. Perang hari itu berlanjut hingga malam. Beruntung bagi Bima, karena anaknya, Gatotkaca, dan pasukan raksasanya menjadi semakin kuat pada malam hari. Gatotkaca mengamuk dan memporakporandakan bala tentara Kurawa tanpa ada yang bisa menghentikannya. Dalam keadaan terdesak, Karna menggunakan senjata Vasava Shakti untuk membunuh Gatotkaca. Saat keluarga Pandava berduka atas gugurnya Gatotkaca, tetapi Krishna tersenyum karena Arjuna aman dari bahaya kematian dalam duel dengan Karna. Vasava Shakti adalah senjata pamungkas yang dapat mengalahkan Arjuna.
Durna yang menjadi panglima Hastina menggantikan Bisma terbunuh pada hari ke-15. Karna diangkat menjadi panglima perang menggantikannya.
Pada hari berikutnya, Karna mengalahkan Nakula. Tetapi sekali lagi, janji kepada ibunya membuatnya tidak membunuh kembaran Sadewa itu.
Pada hari ke-17, Yudistira mencoba menghadang Karna. Tetapi Karna menghindarinya dan berseru bahwa dia hanya akan bertarung dengan lawan yang sepadan. Arjuna yang mendengar kakaknya dilecehkan pun tidak dapat menunggu lagi untuk segera bertarung melawannya.
Karna sebenarnya unggul atas Arjuna. Untung Arjuna memliki kusir yang handal, Krishna, sehingga dia bisa terhindar dari serangan-serangan mematikan Karna. Namun, malang tidak bisa dihindari. Di tengah pertempuran, roda kereta kuda Karna terperosok. Di saat genting itu, Karna tidak bisa mengingat ilmu yang diperolehnya dari Parashurama. Karna pun turun untuk membebaskan kereta kudanya. Krishna memerintahkan Arjuna untuk membunuh Karna yang sedang tanpa senjata. Arjuna sebenarnya ragu karena menyerang musuh yang tidak bersenjata adalah suatu tindakan yang dilarang dalam hukum perang saat itu. Krishna menyakinkan Arjuna bahwa hukum perang sudah dilanggar sebelum hari itu. Arjuna akhirnya melepaskan senjata Anjalika dan Karna pun gugur di tangan adiknya.
Dengan demikian, Karna menjadi sosok yang paling menyedihkan. Mulai dari dibuang ibunya, dilecehkan banyak orang karena statusnya sebagai anak kusir, senjata saktinya dirampok dewa, mengetahui bahwa yang akan dilawannya adalah adik-adik seibunya, dan akhirnya gugur di tangan salah satu adiknya. Karna bisa mengetahui dirinya harus bertarung melawan saudara-saudaranya sebelum perang. Sedangkan Pandava baru mengetahui Karna adalah saudara mereka setelah Karna gugur dan perang berakhir.
Revisi 23012015

No comments:

Post a Comment